Bersikaplah
Proaktif, Covey (2001 : 77-83)
Manusia bisa
bahagia bisa tidak tergantung piihannya sendiri. Kebiasaan pertama jadilah
proaktif karena, proaktif adalah kunci untuk membuka segala kebiasaan lainnya,
dan itu sebabnya menjadi kebiasaan nomor 1. Kebiasaan 1 bilang, “Akulah sumber
pensorong diriku sendiri. Akulah kapten hidup ku. Aku bisa memilih dikap.
Akulah yang bertanggung jawab atas kebahagiaan ataupun ketidak-bahagiaanku
sendiri. Akulah yang duduk di kursi pengemudi menuju takdirku, bukannya
penumpang”.
Bersika proaktif adalah awal
langkah pertama menuju tercapainya kemenangan pribadi. Coba bayangkan
mengerjakan aljabar sebelum menjumlahkan dan mengurangkan! Mana mungkin. Begitu
juga dalam melatih kebiasaan.
Setiap
harinya kita punya 100 peluang untuk memilih bersikap proaktif atau reaktif.
Setiap saat, cuaca bisa buruk, kamu tidak mendapatkan pekerjaan, adikmu bisa
mencuri blus kamu, kamu bisa kalah dalam pemilihan di sekolah, teman-teman kamu
bisa ngomongin kamu di belakangmu, seseorang bisa mengata-ngatai mu, orang tua
mu bisa melarang kamu menyetir (tanpa alasan yang jelas), kamu bisa mendapatkan
surat tilang di kampus, dan kamu bisa gagal dalam ujian. Jadi, kamu bisa apa?
Apakah kamu kebiasaan bereaksi terhadap hal-hal yang sehari-hari ini, atau,
apakah kamu bersikap proaktif? Ini benar-benar terserah kamu. Kamu tidak perlu
bereaksi seperti orang lain atau seperti yang seharusnya menurut orang lain.
Sudah
berapa kalikah seseorang memotong jalanmu, membuatmu harus merem mendadak?
Lalu, apa yang kamu perbuat? Apa akamu mengumpat-umpat? Maki-maki? Membiarkan
kejadian itu merusak harimu? Tidak bisa tahan kencing? Atau, kamu biarkan saja?
Menertawakannya. Lalu jalan terus. Itu sih terserah kamu.
Orang-orang reaktif membuat pilihan-pilihannya menurut
dorongan hatinya. Mereka seperti sekaleng soda. Kalau kehidupan mengocoknya
sedikit saja, tekanannya menumpuk dan tiba-tiba mereka meledak.
Sedangkan
orang-orang proaktif membuat pilihan-pilihannya menurut nilai-nilai. Mereka
berpikir sebelum bertindak. Mereka sadar bahwa mereka tidak bisa mengendalikan
segala yang terjadi kepada mereka, tetapi mereka bisa mengendalikan reaksi
mereka. Tidak seperti orang-orang reaktif yang penuh karbon, orang proaktif
adalah ibarat air. Dikocok seperti apapun, dibuka tutupnya, takkan terjadi
apa-apa. Takkan terdengar suata mendesis, takkan ada gelembung, takkan ada tekanan,
tetap tenang, dingin, dan terkendali.
Cara
untuk memahami cara berpikir proaktif adalah membandingkan respon-respon yang
proaktif dengan yang reaktif terhadap situasi sehari-hari.
Kejadian satu:
Kamu
mendengar sahabat terbaikmu menjelek-jelekan kamu di depan suatu kelompok. Ia
tidak tahu kalau kamu mendengar percakapannya. Baru lima menit sebelumnya, ia
bicara manis-manis di depan kamu. Kamu merasa tersinggung dan dikhianati.
Pilihan Reaktif:
·
Labrak dia. Lalu pukul dia.
·
Depresi berat.
·
Anggap dia pembohong bermuka dua dan
jangan mau ajak omong lagi selama dua bulan.
·
Balas jelek-jelekan dia.
Pilihan
Proaktif:
·
Maafkan dia.
·
Ajak bicara baik-baik.
·
Jangan digubris dan beri ia kesempatan.
Sadarlah bahwa ia punya kelamahan seperti kamu dan bahwa sesekali kamupun
ngomongin dia tanpa bermaksud buruk.
Kejadian
dua:
Sudah satu tahun kamu bekerja di
toko, dan selama ini kamu sangat setia dan dapat diandalkan. Tiga bulan yang
lalu, masuk karyawan baru. baru-baru ini, ia diberikan giliran jaga Sabtu sore,
yang kamu nanti-nantikan.
Pilihan Reaktif:
·
Habiskan separuh waktumu dengan mengeluh
kepada semua orang terasuk anjingnya, tentang keputusan yang tidak adil itu.
·
Amat-amati setiap karyawan baru dan cari
kelemahannya.
·
Malas-malasan kalau sedang giliran
kerja.
Pilihan
Proaktif:
·
Bicara sama atasanmu, mengapa karyawan
baru itu yang mendapatkan giliran jaga yang lebih baik.
·
Tetap menjadi karyawan pekerja keras.
·
Belajar untuk meningkatkan prestasi.
·
Kalau kamu yakin jalanmu buntu, cari
pekerjaan lain.
Perhatikan
bahasa reaktif itu merampas kuasa dirimu dan memberikannya kepada orang lain
atau hal lain. Kalau kamu bersikap reaktif, sama saja seperti memberikan alat
pengendali jarak jauh hidupmu kepada orang lain sambil mengatakan, “Nih,
silahkan gonta-ganti suasana hatiku sesukamu”. Sebaliknya, bahasa proaktif
meletakan alat pengendali jarak ajuhnya ditanganmu sendiri. Maka kamu bebas
memilih, saluran mana yang kamu inginkan.
Bahasa
Reaktif:
·
Aku coba deh.
·
Aku memang begitu kok.
·
Aku tidak bisa berbuat apa-apa.
·
Aku terpaksa.
·
Aku tidak bisa.
·
Kamu merusak hariku.
Bahasa
Proaktif:
·
Akan kukerjakan.
·
Seharusnya aku bisa lebih baik dari pada
itu.
·
Yuk kita pelajari
kemungkinan-kamungkinannya.
·
Aku memilihnya.
·
Pasti ada jalan.
·
Takkan kubiarkan suasana hatimu yang
jelek itu menular kepadaku.
referensi:
Covey, Sean (2001) The
7 Habits, Jakarta: Binarupa Aksara
0 komentar:
Posting Komentar