Anda
Harus Berintegritas Agar Beruntung, Klaus ( 2012 : 32-34)
Suatu pagi,
ketika saya dan suami saya berlibur di Italia bersama teman-teman, kami bertemu
kelompok wisatawan amerika lain saat sarapan. Salah satu teman saya
bercakap-cakap dengan seorang anggota kelompok itu, seorang dosen bisnis di
sebuah universitas besar di California Selatan. Teman saya menanyakan
pekerjaannya dan si dosen menjelaskan bahwa ia adalah seorang konsultan
pengembangan organisasi dan ia memiliki perusahaan sendiri. Teman saya ingin
tahu terus, kali ini menanyakan dimana ia meraih gelar MBA. Ia berkata bahwa ia
tidak memiliki satu pun gelar itu — nyatanya, satu-satunya gelar perguruan
tunggi yan gia miliki adalah BA dalam psikologi.
“Saya memulainya
di dunia nirlaba, dimana saya menjabat posisi manajemen senior,” jelasnya.
“setelahanak-anak saya lahir, saya ingin sesuatu yang lebih fleksibel dan mudah
seprti melakukan konsultasi proyek. Selama bertahun-tahun, daru sau proyek ke
proyek lainnya hingga sekarang, perusahaankecil saya menguntungkan ini telah
mengirimkan anak-anak ke perguruan tinggi!” teman saya ini tampak kagum, lalu
mengatakan bahwa kisah si professor sangat luar biasa, terutama karena banyak
dari rekan-rekannya dengan gelar Ph.D di bidang bisnis memulai praktik
konsultasi. Namun, tidak satu pun dari usaha mereka yang bisa melejit. “saya
kir anada sangat beruntung,” tutur teman saya.
Salah
satu kesalahan terbesar tentang kesuksesan adalah anggapan bahwa kita sukses
karena keberuntungan. Saya benci ketika orang melihat apa yang telah saya capai
dan mengatakan betapa beruntungnya saya. Keberuntungan tidak hubungannya sengan
hal itu, “kata Betsy, seorang eksekutif periklanan brilian yang menjalankan
agen periklanan miliknya sendiri di Midwestern, setelah saya menceritakan
kepadanya kisah di Italia tadi, “Mohon anda tuliskan dengan jelas di buku anda
tentang peran keberuntungan dalam karier seseorang,” pintanya. “Mungkin ketika
memenangkan lotre, keberuntunganlah yang sedang berperan. Namun, di dalam
bisnis, anda butuh Sembilan kali usaha untk berhasil pada kali yang kesepuluh.
Keberhasilan datang karena memiliki sikap yang benar, bkan dari pengaruh magis
di luar kendali anda.”
Saya sangat
setuju dengan Betsy. Mendapatkan apa yang disebut “keberuntungan” adalah hampir
selalu merupakanhasil dari harapan yang diam-diam telah kita tanamkan. Sementara
keberhasilan tidak diragukan lagi membutuhkann kerja keras, kesadaran diri, dan
bakat, sama pentingnya dengan itu adalah apa yang saya sebut faktor-faktor dari
“membuat keberuntungan sendiri”, yaitu: terbuka untuk mengajar ide-ide baru
pada orang lain, mendengarkan batin anda, percaya apada akan keberhasilan,
meupun mengubah rencana atau prioritas, dan tahu cara mengubah lemon menjadi
limun- hal-hal yang lebih sulit untuk diukur dan lebih berdasarkan pada sikap
seseorang.
Anda tidak dapat
mengundang keberuntungan hanya dengan berangan-angan. Atau seperti yang
dikatakn Betsy, anda harus bagus dulu untuk menjadi beruntung Untungnya, dengan
sedikit usaha, siapa saja bisa menumbuhkan kebiasaan yang akan membawa lebih
benyak keberuntungan ke dalam kehidupan mereka. Jika anda sudah bekerja keras tetapi
masih belum berhasil, mungkin sudah waktunya membuat diri anda lebih beruntung.
Anda dapat
memulainya dengan bertanya kepada diri sendiri:
·
Apakah anda hanya mengerjakan hal-hal
rutin di kantor atau memutuskan untuk menguasai keterampilan baru, mengambil
proyek khusus, dan belajar tentang berbagai aspek perusahaan?
·
Bagaimana terakhir kali anda merespons
atau suatu kegagalan? Apakah anda mampu mengubah tantangan jadi peluang?
·
Kapan terakhir kali anda mendengar
intuisi atau batin dan kapan terkhir kali anda mengabaikannya? Apa hasilnya di
setiap situasi itu?
·
Bila anda bertemu orang-orang baru yang
menarik, apakah anda membuat tali persahabatan yang tulus dengan mereka dan
berupaya untuk tetap berhubungan?
·
Apakah anda benar-benar yakin bahwa anda
akan berhasil? Apakah anda mengharapkan ha-hal positif terjadi pada anda? Jika
tidak, mengapa tidak?
“Ingat,
menjadi beruntung bukanlah hal yang bodoh!”
refernasi:
Klaus, Peggy (2012) Jangan Anggap Sepele
Soft Skills, Jakarta: Penerbit Libri
0 komentar:
Posting Komentar