Cute Rocking Baby Monkey

Minggu, 26 April 2015

The 7 Habits "Bersikaplah Proaktif"



Bersikaplah Proaktif, Covey (2001 : 77-83)
Manusia bisa bahagia bisa tidak tergantung piihannya sendiri. Kebiasaan pertama jadilah proaktif karena, proaktif adalah kunci untuk membuka segala kebiasaan lainnya, dan itu sebabnya menjadi kebiasaan nomor 1. Kebiasaan 1 bilang, “Akulah sumber pensorong diriku sendiri. Akulah kapten hidup ku. Aku bisa memilih dikap. Akulah yang bertanggung jawab atas kebahagiaan ataupun ketidak-bahagiaanku sendiri. Akulah yang duduk di kursi pengemudi menuju takdirku, bukannya penumpang”.
Bersika proaktif adalah awal langkah pertama menuju tercapainya kemenangan pribadi. Coba bayangkan mengerjakan aljabar sebelum menjumlahkan dan mengurangkan! Mana mungkin. Begitu juga dalam melatih kebiasaan.
            Setiap harinya kita punya 100 peluang untuk memilih bersikap proaktif atau reaktif. Setiap saat, cuaca bisa buruk, kamu tidak mendapatkan pekerjaan, adikmu bisa mencuri blus kamu, kamu bisa kalah dalam pemilihan di sekolah, teman-teman kamu bisa ngomongin kamu di belakangmu, seseorang bisa mengata-ngatai mu, orang tua mu bisa melarang kamu menyetir (tanpa alasan yang jelas), kamu bisa mendapatkan surat tilang di kampus, dan kamu bisa gagal dalam ujian. Jadi, kamu bisa apa? Apakah kamu kebiasaan bereaksi terhadap hal-hal yang sehari-hari ini, atau, apakah kamu bersikap proaktif? Ini benar-benar terserah kamu. Kamu tidak perlu bereaksi seperti orang lain atau seperti yang seharusnya menurut orang lain.
            Sudah berapa kalikah seseorang memotong jalanmu, membuatmu harus merem mendadak? Lalu, apa yang kamu perbuat? Apa akamu mengumpat-umpat? Maki-maki? Membiarkan kejadian itu merusak harimu? Tidak bisa tahan kencing? Atau, kamu biarkan saja? Menertawakannya. Lalu jalan terus. Itu sih terserah kamu.
            Orang-orang reaktif membuat pilihan-pilihannya menurut dorongan hatinya. Mereka seperti sekaleng soda. Kalau kehidupan mengocoknya sedikit saja, tekanannya menumpuk dan tiba-tiba mereka meledak.
            Sedangkan orang-orang proaktif membuat pilihan-pilihannya menurut nilai-nilai. Mereka berpikir sebelum bertindak. Mereka sadar bahwa mereka tidak bisa mengendalikan segala yang terjadi kepada mereka, tetapi mereka bisa mengendalikan reaksi mereka. Tidak seperti orang-orang reaktif yang penuh karbon, orang proaktif adalah ibarat air. Dikocok seperti apapun, dibuka tutupnya, takkan terjadi apa-apa. Takkan terdengar suata mendesis, takkan ada gelembung, takkan ada tekanan, tetap tenang, dingin, dan terkendali.
            Cara untuk memahami cara berpikir proaktif adalah membandingkan respon-respon yang proaktif dengan yang reaktif terhadap situasi sehari-hari.
Kejadian satu:
            Kamu mendengar sahabat terbaikmu menjelek-jelekan kamu di depan suatu kelompok. Ia tidak tahu kalau kamu mendengar percakapannya. Baru lima menit sebelumnya, ia bicara manis-manis di depan kamu. Kamu merasa tersinggung dan dikhianati.

Pilihan Reaktif:
·         Labrak dia. Lalu pukul dia.
·         Depresi berat.
·         Anggap dia pembohong bermuka dua dan jangan mau ajak omong lagi selama dua bulan.
·         Balas jelek-jelekan dia.
Pilihan Proaktif:
·         Maafkan dia.
·         Ajak bicara baik-baik.
·         Jangan digubris dan beri ia kesempatan. Sadarlah bahwa ia punya kelamahan seperti kamu dan bahwa sesekali kamupun ngomongin dia tanpa bermaksud buruk.
Kejadian dua:
            Sudah satu tahun kamu bekerja di toko, dan selama ini kamu sangat setia dan dapat diandalkan. Tiga bulan yang lalu, masuk karyawan baru. baru-baru ini, ia diberikan giliran jaga Sabtu sore, yang kamu nanti-nantikan.
       Pilihan Reaktif:
·         Habiskan separuh waktumu dengan mengeluh kepada semua orang terasuk anjingnya, tentang keputusan yang tidak adil itu.
·         Amat-amati setiap karyawan baru dan cari kelemahannya.
·         Malas-malasan kalau sedang giliran kerja.
Pilihan Proaktif:
·         Bicara sama atasanmu, mengapa karyawan baru itu yang mendapatkan giliran jaga yang lebih baik.
·         Tetap menjadi karyawan pekerja keras.
·         Belajar untuk meningkatkan prestasi.
·         Kalau kamu yakin jalanmu buntu, cari pekerjaan lain.
Perhatikan bahasa reaktif itu merampas kuasa dirimu dan memberikannya kepada orang lain atau hal lain. Kalau kamu bersikap reaktif, sama saja seperti memberikan alat pengendali jarak jauh hidupmu kepada orang lain sambil mengatakan, “Nih, silahkan gonta-ganti suasana hatiku sesukamu”. Sebaliknya, bahasa proaktif meletakan alat pengendali jarak ajuhnya ditanganmu sendiri. Maka kamu bebas memilih, saluran mana yang kamu inginkan.
Bahasa Reaktif:
·         Aku coba deh.
·         Aku memang begitu kok.
·         Aku tidak bisa berbuat apa-apa.
·         Aku terpaksa.
·         Aku tidak bisa.
·         Kamu merusak hariku.
Bahasa Proaktif:
·         Akan kukerjakan.
·         Seharusnya aku bisa lebih baik dari pada itu.
·         Yuk kita pelajari kemungkinan-kamungkinannya.
·         Aku memilihnya.
·         Pasti ada jalan.
·         Takkan kubiarkan suasana hatimu yang jelek itu menular kepadaku.

referensi:

Covey, Sean (2001) The 7 Habits, Jakarta: Binarupa Aksara       
 

jangan anggap sepele Soft skills "Anda Harus Berintegritas Agar Beruntung"



Anda Harus Berintegritas Agar Beruntung, Klaus ( 2012 : 32-34)
Suatu pagi, ketika saya dan suami saya berlibur di Italia bersama teman-teman, kami bertemu kelompok wisatawan amerika lain saat sarapan. Salah satu teman saya bercakap-cakap dengan seorang anggota kelompok itu, seorang dosen bisnis di sebuah universitas besar di California Selatan. Teman saya menanyakan pekerjaannya dan si dosen menjelaskan bahwa ia adalah seorang konsultan pengembangan organisasi dan ia memiliki perusahaan sendiri. Teman saya ingin tahu terus, kali ini menanyakan dimana ia meraih gelar MBA. Ia berkata bahwa ia tidak memiliki satu pun gelar itu — nyatanya, satu-satunya gelar perguruan tunggi yan gia miliki adalah BA dalam psikologi.
“Saya memulainya di dunia nirlaba, dimana saya menjabat posisi manajemen senior,” jelasnya. “setelahanak-anak saya lahir, saya ingin sesuatu yang lebih fleksibel dan mudah seprti melakukan konsultasi proyek. Selama bertahun-tahun, daru sau proyek ke proyek lainnya hingga sekarang, perusahaankecil saya menguntungkan ini telah mengirimkan anak-anak ke perguruan tinggi!” teman saya ini tampak kagum, lalu mengatakan bahwa kisah si professor sangat luar biasa, terutama karena banyak dari rekan-rekannya dengan gelar Ph.D di bidang bisnis memulai praktik konsultasi. Namun, tidak satu pun dari usaha mereka yang bisa melejit. “saya kir anada sangat beruntung,” tutur teman saya.
Salah satu kesalahan terbesar tentang kesuksesan adalah anggapan bahwa kita sukses karena keberuntungan. Saya benci ketika orang melihat apa yang telah saya capai dan mengatakan betapa beruntungnya saya. Keberuntungan tidak hubungannya sengan hal itu, “kata Betsy, seorang eksekutif periklanan brilian yang menjalankan agen periklanan miliknya sendiri di Midwestern, setelah saya menceritakan kepadanya kisah di Italia tadi, “Mohon anda tuliskan dengan jelas di buku anda tentang peran keberuntungan dalam karier seseorang,” pintanya. “Mungkin ketika memenangkan lotre, keberuntunganlah yang sedang berperan. Namun, di dalam bisnis, anda butuh Sembilan kali usaha untk berhasil pada kali yang kesepuluh. Keberhasilan datang karena memiliki sikap yang benar, bkan dari pengaruh magis di luar kendali anda.”
Saya sangat setuju dengan Betsy. Mendapatkan apa yang disebut “keberuntungan” adalah hampir selalu merupakanhasil dari harapan yang diam-diam telah kita tanamkan. Sementara keberhasilan tidak diragukan lagi membutuhkann kerja keras, kesadaran diri, dan bakat, sama pentingnya dengan itu adalah apa yang saya sebut faktor-faktor dari “membuat keberuntungan sendiri”, yaitu: terbuka untuk mengajar ide-ide baru pada orang lain, mendengarkan batin anda, percaya apada akan keberhasilan, meupun mengubah rencana atau prioritas, dan tahu cara mengubah lemon menjadi limun- hal-hal yang lebih sulit untuk diukur dan lebih berdasarkan pada sikap seseorang.
Anda tidak dapat mengundang keberuntungan hanya dengan berangan-angan. Atau seperti yang dikatakn Betsy, anda harus bagus dulu untuk menjadi beruntung Untungnya, dengan sedikit usaha, siapa saja bisa menumbuhkan kebiasaan yang akan membawa lebih benyak keberuntungan ke dalam kehidupan mereka. Jika anda sudah bekerja keras tetapi masih belum berhasil, mungkin sudah waktunya membuat diri anda lebih beruntung.

Anda dapat memulainya dengan bertanya kepada diri sendiri:
·         Apakah anda hanya mengerjakan hal-hal rutin di kantor atau memutuskan untuk menguasai keterampilan baru, mengambil proyek khusus, dan belajar tentang berbagai aspek perusahaan?
·         Bagaimana terakhir kali anda merespons atau suatu kegagalan? Apakah anda mampu mengubah tantangan jadi peluang?
·         Kapan terakhir kali anda mendengar intuisi atau batin dan kapan terkhir kali anda mengabaikannya? Apa hasilnya di setiap situasi itu?
·         Bila anda bertemu orang-orang baru yang menarik, apakah anda membuat tali persahabatan yang tulus dengan mereka dan berupaya untuk tetap berhubungan?
·         Apakah anda benar-benar yakin bahwa anda akan berhasil? Apakah anda mengharapkan ha-hal positif terjadi pada anda? Jika tidak, mengapa tidak?
“Ingat, menjadi beruntung bukanlah hal yang bodoh!”

refernasi:

Klaus, Peggy (2012) Jangan Anggap Sepele Soft Skills, Jakarta: Penerbit Libri
 
 
Copyright © 2010 Fatamorgana | Design : Noyod.Com